Kalau disuruh pilih 1 kata untuk menggambarkan KPP: Berguna
Kalau disuruh pilih 3 kata untuk menggambarkan KPP: Berguna tapi ngantuk (hehehe)
Ok, langusng ajah, saya dan MT kemarin ikut KPP di MBK selama 3 hari Jumat dan Sabtu (16.15 - 21.00) dan Minggu (07.15-17.00)-> waktu pelaksanaan bisa berbeda-beda di setiap dekanat.
Buat calon-calon pasutri katolik atau yang akan melangsungkan pernikahan di gereja katolik, pasti tau yang namanya KPP. Dulu waktu daftar KPP, saya even nggak tau apa itu KPP dan apa isinya KPP. hehe. Lalu saya browsing-browsing beberapa blog dan ada beberapa yang cerita ttg KPP, tapi nggak detail. So, saya agak kecewa sama org2 yang cerita nggak detail. Tapi akhirnya saya menyadari kenapa mereka nggak cerita detail. Saya juga nggak akan cerita semuanya, biar kalian rasakan waktu kalian mengalaminya sendiri (haha!)Nggak dink, bercanda. Saya nggak akan cerita detail karena saya mengantuk! di beberapa sesi dan akhirnya, hilang semua cerita itu dari kepala. hehe.
Karena semua org bilang kalau ikut KPP itu ngantuk, maka saya sudah siap kertas dan bolpoin untuk main BINGO dan HANGMAN sama si MT. hehe. (Jangan ditiru yah guys). Tapi pada akhirnya, ternyata yang menjadi ketua penyelenggara KPP kemarin adalah tetangga nya si MT. Yes, tetangga yang kenal deket, bukan asal tetangga. Mateng! nggak bisa lah gw merem2 atau main2. haha.
Hari pertama, saya cukup menyimak tentang arti pernikahan katolik. Dibawakan oleh Romo Nugroho dengan cukup menarik dan ada keketawaannya. So, nggak begitu ngantuk. Intinya adalah: Menikah itu keputusan BESAR! nggak bisa mundur lagi, so kalau mau mundur, mundurlah sekarang! haha. Yang kedua: Menikah secara katolik artiinya membahagiakan pasangan dan memiliki keturunan. Yang ketiga: mulai lost, agak2 lupa apa lagi isinya. hehe.
Hari kedua, ini juga cukup menarik. Pembahasan mengenai ekonomi keluarga, yang pernah saya bahas secuil disini. Selebihnya adalah: setelah menikah, uang harus menjadi tanggung jawab bersama, diatur bersama, jangan dikotak-kotakan menjadi uang suami dan uang istri, cukup menjadi 1 kotak (uang istri-red hahah! *maunya*). Topik berikutnya membahas tentang KB Alami. Nahloh! penting banget ini topiknya, so mana mungkin ngantuk, yang ada malah bercanda2 sama si MT (tetep ajah nggak begitu dengerin. haha.) Intinya adalah: KB yang disarankan oleh gereja katolik adalah KB Alami.
Hari ketiga. Topik pertamanya adalah seksualitas, yang kata orang topik yang menarik dan sangat ditunggu2. Tapi apa yg kami lakukan?! Merem a.k.a ketiduran di kelas karena mengantuk. hehe. Terutama si MT (buang bodi) haha. Pembicaranya kurang bisa membawa suasana menarik, so udah kayak pelajaran Statistik I. Ngantuk! Topik berikutnya, komunikasi suami-istri. Sama ngantuknya! hehe. Apalagi hujan2 gitu di luar. Oyah, hari ketiga ini mulainya jam 7.15 pagi, so nggak mungkin kalau nggak mengantuk. hehe. Topik berikutnya cukup menarik, topik tentang persiapan menjadi orang tua. Intinya, anak itu adalah anugrah dari Tuhan. Dan mereka sudah memiliki perasaan, indra, pikiran, atau apalah kalian menyebutnya, dari sejak mereka hanya berbentuk embrio. So, mulailah pendidikan anak sedini mungkin.
Overall, hal yang bisa dipetikl adalah:
* KPP itu memang ngantuk. I wish mereka (panitia) mencari orang-orang yang memang pembicaram/ dosen/ pakar di bidangnya, so mereka akan membawakan topik KPP dengan lebih menarik dan tidak kaku.
* KPP itu berguna untuk mengenalkan kita kepada perbedaan pria dan wanita, baik secara jasmaniah dan rohaniah, sehingga nantinya kita bisa terapkan dalam hal komunikasi dan membangun keluarga katolik yang bahagia.
* KPP memberi bekal kepada kita bagaimana gereja katolik begitu peduli dengan kehidupan umatnya melalui SKK (Seksi Kerasulan Keluarga).
End of KPP artinya end of "masa santai" ada banyak lagi yang harus dilakukan 4 months menjelang D day!
Wish us luck with our wed-prep guys! and pray for our future family :D
Btw, berikut ini adalah buku catatan saya di hari pertama KPP hehe. Walaupun banyak coretannya, tapi saya mendengarkan kok! :D
My Math teacher said "The important thing is THE PROCESS, not the result." And I believe it ever since.
Tuesday, April 29, 2014
Saturday, April 26, 2014
Synergy
Post kali ini, mau sharing mengenai salah satu ilustrasi yang tadi siang saya dapat dalam program KPP (Kursus Persiapan Pernikahan) mengenai Ekonomi Dalam Keluarga. Sebenarnya saya berencana menulis review secara keseluruhan nanti di salah satu post di blog saya. Tapi hari ini, saya dapat ilustrasi menarik, dan saya mau menceritakan di post ini secara agak mendalah (ala-ala dosen-red).
Ok. Pertama saya mau kasih tau inti dr topik KPP nya dl.
Namanya membentuk keluarga itu, kalau disamakan dengan pelajaran bisnis dan akuntansi (untuk saya dan MT lulusan ekonomi hehe), sama seperti membentuk suatu perusahaan. Apa yg perlu diperhatikan: income, expenses, investment, capital, savings, strategy, going concern and communication semuanya harus dilakukan dalam mengatur ekonomi keluarga. Hmmm.. repot yah! Sekali lagi saya bilang, untung saya lulusan akutansi..yah paling nggak saya tau, dimana ada credit, pasti harus ada debit, dimana ada expenses, artinya perlu ada income. Masalahnya adalah, bagaimana bertoleransi antara CEO (suami) dan CFO (istri) (ini istilah ala-ala saya yah hehe) bisa bersinergi, membentuk keluarga dengan perencanaan yang baik. Itu ajah.
Nah pembicaranya tadi membuat ilustrasi begini:
Ada seorang ayah yang mau mewariskan tanahnya yang sangat luas kepada kedua orang anaknya. Caranya sangat mudah. Si ayah memberikan 2 tali ke masing2 anaknya sepanjang 100m. Dan si ayah berkata: Kamu akan saya berikan warisan tanah seluas-luasnya sesuai dengan panjang tali tersebut, dan sisa dari tanah Ayah, akan ayah sumbangkan. Kemudian si sulung langsung membentuk persegi dengan panjang masing2 25cm. Demikian juga si bungsu. Maka masing2 dari mereka akan mendapatkan tanah seluas 625m2 (Luas persegi: 25cm x 25cm).
Kemudian salah satu dari anaknya mempunyai akal. Bagaimana kalau tali yang mereka miliki, mereka ikat menjadi satu dan mereka menandai tanah milik berdua. Maka mereka berdua bekerja sama menyambung tali tersebut dan mendapatkan tanah dengan luas total 2,500m2 (100m + 100m = 200m --> persegi: 50cm x 50cm). Setelah tanah tersebut menjadi milik keduanya, maka mereka membagi dua masing2 tanah dan mendapatkan @1,250m2 (vs. @625m2 kalau mereka tidak bekerja sama)
Dari ilustrasi ini, si pembawa topik menjelaskan bahwa, suami dan istri (baik berpenghasilan berdua ataupun sendiri, baik besar maupun kecil). Harus bekerja sama, bersinergi, untuk mengatur keadaan ekonomi keluarga, dan menghasilkan keluarga yang bahagia, tanpa harus merasa kekurangan dalam hal keuangan.
Kenapa menurut saya cerita ini menarik untuk ditulis? Buat mereka yang dulu belajar di fakultas ekonomi, pasti ingat, kalau di pelajarang Manajemen, kita diajarkan kalau sinergi itu adalah 2+2=5. Dari dulu sampai sekarang, saya tidak bisa melihat reason (baik secara matematis maupun secara teologis *halah*) reason dibalik persamaan itu. Pertanyaan yang selalu timbul adalah: kenapa harus pake angka 2? kenapa harus pakai angka 5? Kenapa harus tambah dan bukan kali? haha Dan akhirnya setelah mendengar ilustrasi di atas, saya lebih menyukai kalau sinergi dijelaskan seperti itu. HAHA (Alasan yang super nggak penting).
Pesan moral: Semoga kalian nggak bosan baca blog saya! (HAHA).
Have a great weekend!
Ok. Pertama saya mau kasih tau inti dr topik KPP nya dl.
Namanya membentuk keluarga itu, kalau disamakan dengan pelajaran bisnis dan akuntansi (untuk saya dan MT lulusan ekonomi hehe), sama seperti membentuk suatu perusahaan. Apa yg perlu diperhatikan: income, expenses, investment, capital, savings, strategy, going concern and communication semuanya harus dilakukan dalam mengatur ekonomi keluarga. Hmmm.. repot yah! Sekali lagi saya bilang, untung saya lulusan akutansi..yah paling nggak saya tau, dimana ada credit, pasti harus ada debit, dimana ada expenses, artinya perlu ada income. Masalahnya adalah, bagaimana bertoleransi antara CEO (suami) dan CFO (istri) (ini istilah ala-ala saya yah hehe) bisa bersinergi, membentuk keluarga dengan perencanaan yang baik. Itu ajah.
Nah pembicaranya tadi membuat ilustrasi begini:
Ada seorang ayah yang mau mewariskan tanahnya yang sangat luas kepada kedua orang anaknya. Caranya sangat mudah. Si ayah memberikan 2 tali ke masing2 anaknya sepanjang 100m. Dan si ayah berkata: Kamu akan saya berikan warisan tanah seluas-luasnya sesuai dengan panjang tali tersebut, dan sisa dari tanah Ayah, akan ayah sumbangkan. Kemudian si sulung langsung membentuk persegi dengan panjang masing2 25cm. Demikian juga si bungsu. Maka masing2 dari mereka akan mendapatkan tanah seluas 625m2 (Luas persegi: 25cm x 25cm).
Kemudian salah satu dari anaknya mempunyai akal. Bagaimana kalau tali yang mereka miliki, mereka ikat menjadi satu dan mereka menandai tanah milik berdua. Maka mereka berdua bekerja sama menyambung tali tersebut dan mendapatkan tanah dengan luas total 2,500m2 (100m + 100m = 200m --> persegi: 50cm x 50cm). Setelah tanah tersebut menjadi milik keduanya, maka mereka membagi dua masing2 tanah dan mendapatkan @1,250m2 (vs. @625m2 kalau mereka tidak bekerja sama)
Dari ilustrasi ini, si pembawa topik menjelaskan bahwa, suami dan istri (baik berpenghasilan berdua ataupun sendiri, baik besar maupun kecil). Harus bekerja sama, bersinergi, untuk mengatur keadaan ekonomi keluarga, dan menghasilkan keluarga yang bahagia, tanpa harus merasa kekurangan dalam hal keuangan.
Kenapa menurut saya cerita ini menarik untuk ditulis? Buat mereka yang dulu belajar di fakultas ekonomi, pasti ingat, kalau di pelajarang Manajemen, kita diajarkan kalau sinergi itu adalah 2+2=5. Dari dulu sampai sekarang, saya tidak bisa melihat reason (baik secara matematis maupun secara teologis *halah*) reason dibalik persamaan itu. Pertanyaan yang selalu timbul adalah: kenapa harus pake angka 2? kenapa harus pakai angka 5? Kenapa harus tambah dan bukan kali? haha Dan akhirnya setelah mendengar ilustrasi di atas, saya lebih menyukai kalau sinergi dijelaskan seperti itu. HAHA (Alasan yang super nggak penting).
Pesan moral: Semoga kalian nggak bosan baca blog saya! (HAHA).
Have a great weekend!
Friday, April 11, 2014
Teori Anak Bungsu
Haii semuaa!! *dadah dadah nggak jelas ke pembaca seluruh Indonesia* (sok laku)
Hari ini saya sempat membaca teori mengenai anak bungsu dengan segala karakteristiknya di salah satu artikel di internet. Karena bacanya di kantor, dan saya randomly ketemu link itu, jadi sekarang tidak bisa saya share disini link-nya, karena saya sudah nggak bisa mencarinya hehe Tapi tadi pas makan siang yah Pak Bos! bukan pas jam kerja kookkk browsing-nyaa sueerr!! :D
Intinya artikel itu bilang kalau karakteristik anak bungsu itu kurang lebih seperti berikut ini:
* kelebihan: persuasif dan berjiwa sosial tinggi.
* kekurangan: tidak bertanggung-jawab, tidak memiliki kemauan yang keras (mudah menyerah) dan emosional.
Ok, satu-satu yah saya bahas, dengan merefleksikannya ke diri saya sendiri yang tidak lain tidak bukan adalah anak bungsu yang lucu, manis, dan imut. hehe.
Persuasif
Dalam artikel itu menyebutkan kalau anak bungsu itu bisa dibilang "memiliki" aset orang tua. Dengan kata lain, apa yang anak ini minta, pasti dikasih. Makanya, anak bungsu sering kali hanya tinggal merengek, dan wala! semuanya tersedia. Jadi dengan kata lain, merengek itu merupakan dasar-dasar ilmu marketing! (sesat banget).
Refleksi:
Dari sejak ingatan saya bekerja 100% alias saya ingat dengan jelas seluruh kejadian di hidup saya (kira-kira jaman SD, mau ngomong gitu ajah susah), yang saya tau, merengek bukan merupakan hal yang mempan untuk kedua orang tua saya. haha. Apalagi kalau merengek untuk barang yang mahal, seperti hand phone misalnya. Papa selalu mengajarkan berjuang sebelum dapat sesuatu yang kami (saya dan kakak saya) inginkan. Misalnya saja, waktu SMA kelas 1 saya mau handphone sampe jungkir balik, tetep ajah nggak dibeliin sampai keliatan nilai metematika di raport dapet 9 (Yes, I AM great at Math!!) haha (sombong tampar ajah! *plok*). Tapi tidak saya pungkiri kalau merengek itu adalah jurus ampuh anak bungsu. Karena hal ini berhasil digunakan untuk hal-hal kecil walaupun papa-mama saya adalah orang yang very strict. haha. Misalnya kalau ada cicak-cicak di dinding diam-diam merayap di kamar saya (note: saya paling geli sama cicak dan kecoa). Saya tinggal ke kamar mama dan merengek, walhasil mama datang kekamar saya membawa sapu lidi dengan segera (masih kejadian sampai sekarang lho! hihihi).
Bottom line, apakah saya menjadi persuasif? tidak. Hanya beberapa orang yang percaya perkataan saya kalau saya menawarkan sesuatu haha. Makanya in the end saya menjadi analyst instead of sales hehe.
Berjiwa sosial tinggi.
Kalo menurut artikel tersebut seorang anak bungsu memiliki jiwa sosial yang tinggi, karena dia biasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan kakak-kakaknya.
Refleksi:
Seberapa tinggikah jiwa sosial saya? Menurut saya sih ini nggak ada hubungannya. Kadang kalo punya rejeki lebih jiwa sos saya sangat tinggi, tapi kalau akhir bulan yah nggak lah yauww.. sama-sama kere. hehe. Tapi artikel ini ada benarnya, saya liat dari si MT (note: si MT a.k.a pacar saya ini juga anak bungsu). Dia punya jiwa sosial yang sangat-sangat tinggi, sampai kadang saya keki sendiri dan mau bilang ke dia: nggak usah lha semuanya disumbang. hehe. (maafkan pacar mu yang tidak berjiwa sosial ini , MT).
Tidak bertanggung jawab
Menurut artikel, anak bungsu ini memiliki tingkat tanggung jawab yang rendah karena terbiasa "disuapi" dan "gampang diberi" oleh kakak dan orang tuanya.
Refleksi:
Siape bilang gw nggak tanggung jawab?? hah?!! Mungkin di beberapa hal ada benarnya, seperti: tanggung jawab atas kondisi kamar tidur *oops* Kalau dibandingkan dengan kakak saya yg obssesive compulsive, kamar saya sih (dulu waktu jaman SMP-SMA) jauh lebih berantakan dari kamar dia. Tapi kalau dalam hal-hal besar saya tetap dididik oelh orang tua saya dengan benar, yaitu untuk bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan saya sendiri. Jadi, menurut saya tanggung jawab dan tidak, sangat jauh kalau dihubung2kan dengan urutan kelahiran seorang manusia. hehe.
Mudah menyerah
Sama seperti alasan tanggung jawab, karena saking seringnya anak bungsu "disuapi", maka ia akan lebih mudah menyerah dan tidak terbiasa berjuang.
Refleksi:
Bukti perjuangan saya, bisa dilihat di tulisan saya selama 2012 yaitu selama saya berjuang sendirian di sydney. Artikel tersebut sangat lemah menarik garis antara urutan kelahiran dengan kemudahan seseorang untuk menyerah. Banyak faktor lain selain generalisasi sikap orang tua terhadap anak terakhirnya yang dapat mempengaruhi kegigihan seseorang. Misalnya, anak bungsu sih anak bungsu, tapi klo lahirnya di keluarga miskin, kan sama-sama harus berjuang hidup. Mau bungsu, mau sulung, semua harus cari uang. yah toh! hehe
Emosional
Menurut artikel tersebut, pemberian perhatian yang lebih dari orang tua dan kakak juga berujung pada sikap emosional anak bungsu yang turun naik.
Refleksi:
Satu-satunya sifat yang saya benarkan! hehe. Saya memang orang yang sangat emosional. bisa gampang naik darah, tapi gampang juga reda dan menyesal. haha. Haruskah saya ikut anger management? Kata mama sih harus. hehe. Oh No!
Well, in the end, sesuai tulisan saya sebelumnya disini bahwa manusia itu tidak bisa dikelompokkan. Begitu juga dengan pengelompokkan sifat dan sikap manusia sesuai dengan urutan kelahirannya. hehe.
So, apakah kalian setuju kalau anak bungsu itu manja dan menyebalkan? (ayo anak bungsu pada bersuara).
Saya sih nggak setuju. Lingkungan dan pendidikan sangat berpengaruh pada sifat seseorang, bukan urutan kelahirannya.
Random banget yah tulisan saya kali ini. Out of nowhere tiba-tiba nulis beginian.
Ciao!
Hari ini saya sempat membaca teori mengenai anak bungsu dengan segala karakteristiknya di salah satu artikel di internet. Karena bacanya di kantor, dan saya randomly ketemu link itu, jadi sekarang tidak bisa saya share disini link-nya, karena saya sudah nggak bisa mencarinya hehe Tapi tadi pas makan siang yah Pak Bos! bukan pas jam kerja kookkk browsing-nyaa sueerr!! :D
Intinya artikel itu bilang kalau karakteristik anak bungsu itu kurang lebih seperti berikut ini:
* kelebihan: persuasif dan berjiwa sosial tinggi.
* kekurangan: tidak bertanggung-jawab, tidak memiliki kemauan yang keras (mudah menyerah) dan emosional.
Ok, satu-satu yah saya bahas, dengan merefleksikannya ke diri saya sendiri yang tidak lain tidak bukan adalah anak bungsu yang lucu, manis, dan imut. hehe.
Persuasif
Dalam artikel itu menyebutkan kalau anak bungsu itu bisa dibilang "memiliki" aset orang tua. Dengan kata lain, apa yang anak ini minta, pasti dikasih. Makanya, anak bungsu sering kali hanya tinggal merengek, dan wala! semuanya tersedia. Jadi dengan kata lain, merengek itu merupakan dasar-dasar ilmu marketing! (sesat banget).
Refleksi:
Dari sejak ingatan saya bekerja 100% alias saya ingat dengan jelas seluruh kejadian di hidup saya (kira-kira jaman SD, mau ngomong gitu ajah susah), yang saya tau, merengek bukan merupakan hal yang mempan untuk kedua orang tua saya. haha. Apalagi kalau merengek untuk barang yang mahal, seperti hand phone misalnya. Papa selalu mengajarkan berjuang sebelum dapat sesuatu yang kami (saya dan kakak saya) inginkan. Misalnya saja, waktu SMA kelas 1 saya mau handphone sampe jungkir balik, tetep ajah nggak dibeliin sampai keliatan nilai metematika di raport dapet 9 (Yes, I AM great at Math!!) haha (sombong tampar ajah! *plok*). Tapi tidak saya pungkiri kalau merengek itu adalah jurus ampuh anak bungsu. Karena hal ini berhasil digunakan untuk hal-hal kecil walaupun papa-mama saya adalah orang yang very strict. haha. Misalnya kalau ada cicak-cicak di dinding diam-diam merayap di kamar saya (note: saya paling geli sama cicak dan kecoa). Saya tinggal ke kamar mama dan merengek, walhasil mama datang kekamar saya membawa sapu lidi dengan segera (masih kejadian sampai sekarang lho! hihihi).
Bottom line, apakah saya menjadi persuasif? tidak. Hanya beberapa orang yang percaya perkataan saya kalau saya menawarkan sesuatu haha. Makanya in the end saya menjadi analyst instead of sales hehe.
Berjiwa sosial tinggi.
Kalo menurut artikel tersebut seorang anak bungsu memiliki jiwa sosial yang tinggi, karena dia biasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan kakak-kakaknya.
Refleksi:
Seberapa tinggikah jiwa sosial saya? Menurut saya sih ini nggak ada hubungannya. Kadang kalo punya rejeki lebih jiwa sos saya sangat tinggi, tapi kalau akhir bulan yah nggak lah yauww.. sama-sama kere. hehe. Tapi artikel ini ada benarnya, saya liat dari si MT (note: si MT a.k.a pacar saya ini juga anak bungsu). Dia punya jiwa sosial yang sangat-sangat tinggi, sampai kadang saya keki sendiri dan mau bilang ke dia: nggak usah lha semuanya disumbang. hehe. (maafkan pacar mu yang tidak berjiwa sosial ini , MT).
Tidak bertanggung jawab
Menurut artikel, anak bungsu ini memiliki tingkat tanggung jawab yang rendah karena terbiasa "disuapi" dan "gampang diberi" oleh kakak dan orang tuanya.
Refleksi:
Siape bilang gw nggak tanggung jawab?? hah?!! Mungkin di beberapa hal ada benarnya, seperti: tanggung jawab atas kondisi kamar tidur *oops* Kalau dibandingkan dengan kakak saya yg obssesive compulsive, kamar saya sih (dulu waktu jaman SMP-SMA) jauh lebih berantakan dari kamar dia. Tapi kalau dalam hal-hal besar saya tetap dididik oelh orang tua saya dengan benar, yaitu untuk bertanggung jawab atas sikap dan perbuatan saya sendiri. Jadi, menurut saya tanggung jawab dan tidak, sangat jauh kalau dihubung2kan dengan urutan kelahiran seorang manusia. hehe.
Mudah menyerah
Sama seperti alasan tanggung jawab, karena saking seringnya anak bungsu "disuapi", maka ia akan lebih mudah menyerah dan tidak terbiasa berjuang.
Refleksi:
Bukti perjuangan saya, bisa dilihat di tulisan saya selama 2012 yaitu selama saya berjuang sendirian di sydney. Artikel tersebut sangat lemah menarik garis antara urutan kelahiran dengan kemudahan seseorang untuk menyerah. Banyak faktor lain selain generalisasi sikap orang tua terhadap anak terakhirnya yang dapat mempengaruhi kegigihan seseorang. Misalnya, anak bungsu sih anak bungsu, tapi klo lahirnya di keluarga miskin, kan sama-sama harus berjuang hidup. Mau bungsu, mau sulung, semua harus cari uang. yah toh! hehe
Emosional
Menurut artikel tersebut, pemberian perhatian yang lebih dari orang tua dan kakak juga berujung pada sikap emosional anak bungsu yang turun naik.
Refleksi:
Satu-satunya sifat yang saya benarkan! hehe. Saya memang orang yang sangat emosional. bisa gampang naik darah, tapi gampang juga reda dan menyesal. haha. Haruskah saya ikut anger management? Kata mama sih harus. hehe. Oh No!
Well, in the end, sesuai tulisan saya sebelumnya disini bahwa manusia itu tidak bisa dikelompokkan. Begitu juga dengan pengelompokkan sifat dan sikap manusia sesuai dengan urutan kelahirannya. hehe.
So, apakah kalian setuju kalau anak bungsu itu manja dan menyebalkan? (ayo anak bungsu pada bersuara).
Saya sih nggak setuju. Lingkungan dan pendidikan sangat berpengaruh pada sifat seseorang, bukan urutan kelahirannya.
Random banget yah tulisan saya kali ini. Out of nowhere tiba-tiba nulis beginian.
Ciao!
Subscribe to:
Posts (Atom)