Friday, May 29, 2015

Mempertanggungjawabkan Kesalahan

Haiii *dadah dadah lagi*

Setelah post pertama di 2015 yang sangat berbobot *cih* akhirnya saya memberanikan diri untuk bercerita lagi di post kedua di 2015 (kayaknya udah kebanyakan nulis analisa nih, periode harus jelas semua HAHA! *padahal masih berstatus analis gadungan)

Ok, post kali ini kita akan membahas akar masalah dalam kehidupan kita bersama (apasih).
Di suatu hari ketika saya dan MT lagi jalan pulang di tol dalam kota, kami melihat kejadian (yang mungkin lumrah) tapi kalo dilihat tetap mengesalkan. Jadi, di bahu jalan di pintu tol tebet, ada polantas yang sedang berjaga. Tau sendiri kan kalau banyak banget orang lewat bahu jalan di tol dalam kota. Dan begitu melihat ada polisi, langsung pada menghindar ke kanan.

Nah, kejadiannya saat itu, ada 2 mobil yang pas banget di bahu jalan. Mobil pertama berpelat jendral. Mobil kedua adalah mobil rakyat biasa. Pasti kalian sudah bisa menebak kan apa yang terjadi berikutnya? Yup betul, mobil pertama dibiarkan lewat, bahkan "disuruh" lewat oleh polisinya, karena sang polisi menggerakkan lampu tangan berwarna merah di tangannya sebagai penanda pemberi jalan. Setelah mobil pertama lewat, mobil kedua langsung disetop oleh 2 orang polisi. *sigh* Pasti kalian berfikir seperti saya, ini memang kejadian lumrah, tapi ketika melihatnya sendiri tetap saja sakit hati dan merasa ada perlakuan tidak adil. Apalagi kalau saya yang menjadi pengendara mobil kedua.

Dari kejadian itu, saya memberikan statemen seperti ini ke MT:
Kalau aku jadi si mobil kedua, aku akan berhenti nih.. Aku buka kaca separuh. Polisi kemudian akan bertanya "SIM dan STNKnya Mbak?" Aku akan berkelit sebisa mungkin menanyakan ke pak polisi kenapa mobil depan tidak ditilang, mobil saya ditilang. Dan aku akan mengeluarkan statement "Kenapa Pak? Apakarena mobil Jendral, bapak tidak berani?" Dan aku nggak akan mau memberikan SIM dan STNK apalagi sampai harus membayar tilang. Sebagai orang yang SANGAT tidak suka diperlakukan tidak adil, aku nggak akan bergeming seberapapun polisi itu akan memarahi aku.

Jawabannya MT nggak saya duga HAHA (seperti biasa). Emang dasar MT itu org palling lurus yang pernah saya lihat seumur hidup saya (cie ile promosi). Dia bilang kurang lebih begini:
In a way kamu benar. Tapi aku liat dari sisi lain. Kamu itu minta dibenarkan atas perbuatan yang salah. Dan menyeret2 orang lain (si mobil jendral) untuk diperlakukan sama. Next, kalau kamu berbuat dosa karena orang-orang lain juga berbuat dosa, bukan berarti kamu itu berbuat kebenaran. Kamu tetap berbuat dosa, kamu tetap salah. Coba bayangkan kalo nanti kamu di pintu surga (red: inget yah guys, MT ini seksi rohani selama 3 tahun di SMA, putra altar, senior THS, and any other things u named it HAHA), Tuhan akan bilang "kenapa kamu masuk bahu jalan? itu kan dosa" Kamu nggak akan bisa bilang "Mobil jendral ajah boleh masuk, kenapa saya nggak" Kamu yah harus mempertanggung jawabkan perbuatan kamu sendiri. Nggak bisa kamu berdalih "karena dia juga, saya juga"

DEG! begitu dengar jawaban si MT, saya jd merasa orang yang sangaaaaattt picik! orang yang sangaaaat kecil. OMG My husband is a 40 years old man (baca: wise man) haha!

Intinya dia berpesan ke saya bahwa saya harus bertanggung jawab atas segala perbuatan saya. Bukan karena kesalahan orang lain dibenarkan lantas saya juga ingin kesalahan saya dibenarkan.

Pesan buat teman-teman yang baca dan sudah memiliki pemikiran seperti MT: kalian hebat! saya salut sama orang-orang seperti kalian. I am lucky I'm marrying one of you :D

Pesan buat teman-teman yang baca dan memiliki pemikiran seperti saya: mulai yuk punya perspektif tanggung jawab atas perbuatan kita. Niscaya Indonesia akan punya lebih banyak lagi orang-orang yang bertanggung jawab.

Ciao guys!

No comments: