Wednesday, December 30, 2015

TTC Journey: Season 2 Episode 1

Sumpah, saya sangat iri sama orang yang sangat mudah hamil. Ternyata kehamilan untuk sebagian orang itu tidak semudah di film Pernikahan Dini (inget gak?! Yang main agmon sama syahrul gunawan, sekali berhubungan, langsung hamidun!hahah!) jadi bersyukurlah kamu-kamu yang tidak perlu bolbal obgyn.. 

Okehh! Mari kita mulaii. 

I dont know if it is appropriate to tell detail story about my TTC. Yang pasti, tujuan saya hanya untuk sharing dan memberi info, selayaknya saya juga banyak mendapatkan info berguna dari internet dan blog-walking. Dan semoga info2nya berguna untuk pasangan2 lain yang juga sedang TTC hehe.

Setelah Season1 TTC yang belum banyak saya dokumentasikan (karena satu dan lain hal). Season2 akan gw dokumentasikan dengan lengkap. 

October kemarin setelah second honeymoon belum berhasil membuahkan. Akhirnya saya dan MT memutuskan untuk kembali ke dokter. 

Pengalaman dari dokter yang kemarin, saat ini saya lebih selektif memilih dokter. Kriteria yg saya cari tidaklaah sulit haha:
1. Komunikatif. Dalam arti: bisa diajak ngobrol, tidak memberikan kesan "terburu-buru" walaupun pasiennya super antri.
2. Harus praktek di RSIA. Karena anggapan saya RSIA itu lebih enak dibanding RSU (gak tau dr segi apanya, ini hanya personal preference) haha
3. Tidak komersil. Mendengar kiri-kanan dan membaca blog2 orang, banyak cerita mengenai dokter yang komersial. Apa ajah disarankan. Dan berujung pada harga yang mahal. As u may know, kalau kontrol ke dokter kandungan dengan diagnosa fertility itu tidak diganti asuransi :( jadi saya yang cheapo ini harus selektif memilih dokter yang komersial.
4. Kalau bisa punya KFER (konsultan fertilitas), kalau tidak punya, dia harus punya track record bagus. 
5. Dokter cowo. Meskipun agak risih "diubek2" sama dokter cowo, tapi menurut beberapa pengalaman teman yang ke beberapa dokter cewe, biasanya mengeluh lebih "sakit". Hmmm nggak tau persis sih kenapa. 

Akhirnya pilihan pun jatuh ke dokter Arie Polim, SPOG (K). 

Saat siklus di bulan December datang, sayapun menelepon RS Bunda dan bertanya kapan sebaiknya saya ke dokter. Maksudnya biar nggak 2x bayar gitu. Misalnya datang hari ke xx tau2 dokternya suruh balik lagi hari ke yy karena belum kelihatan telurnya. Kalo gitu kan jd 2x bayar. #cheapomode. 

Kata si suster harus datang di H+2. Datanglah saya hari itu ke dokter. Dan si Pak dokter bilang, dia mau transvaginal USG (OMG!). (You know why I was so shocked)

Setelah saya ceritakan kronologis saya dengan obgyn sebelumnya dan saya berikan hasil HSG, dr. Arie memberikan kebebasan untuk saya dan suami apakah mau langsung inseminasi natural, atau mau coba normal dl. Tanpa banyak mikir (karena cheapo juga) akhirnya saya memutuskan untuk normal dulu. Siapa tau Tuhan berkehendak lain. 

Hari itu saya pulang dengan bill kurleb 1.5 juta (excld sperm analysis:350k) dan jadwal disuruh balik lagi di H+14. Saya dikasih obat penyubur yang saya lupa namanya dan asam folat. Sedangkan suami dibekali antioksidan yang harganya 2/3 dr billing (nangis darah liat tagihan CC buldep) dan rujukan untuk test sperma. 

Tibalah H+14. 
Tanpa antri panjang, sayapun masuk sesuai jadwal. Seperti biasa dan kebanyakan dokter, masuk2 lgs disuruh ngangkang untuk tranvaginal USG (ouch!). 

Hasilnya cukup melegakan. Ketebalan dinding rahim 8.5mm, jumlah telur yang besar :2, 1 dikiri dan 1 dikanan (karena menggunakan obat penyubur) dan besar sekali (20mm dan 23mm) . Kalo info dari seorang teman yang sudah lama TTC, ketebalan dinding rahim normal harusnya 7mm, jumlah telur: 1 kalo tanpa obat, dan besarnya minimal 18mm. 

Hasil sperm test suami: tetratozoospermia. Apakah itu sodara2..?! Haha 
Intinya jumlah % sperm yang normal tidak sampai 4% (batas normal). Tapi kabar baiknya jumlahnya 10x lipat jumlah normal. Soo nggak masalah dehh walaupun % nya gak sampai 4%, jumlahnya tetap lebih banyak dr org normal. Motility (kecepatan) nya juga sangat bagus. Yeay MT! 
Tapi pesan dokter, disuruh makan wortel yang banyak (ouch!!!) 

Hari itu kami pulang membawa "jadwal" hehe. 2 hari sekali yah, saran dr.Arie. Dan   disuruh balik lagi di H+21 untuk lihat apakah sudah terjadi ovulasi atau belum. Karena ini hanya kontrol normal, dokterpun tidak lagi repot2 memberikan obat dan vitamin, so hari itu saya hanyak bayar konsultasi dokter. (Semoga ini sign kalo dokternya tidak komersial hehe) 

H+21 pun datang. Hari itu rencananya si pak dokter hanya mau liat apakah saya sudah ovulasi atau belum. Setelah (again) di transv. USG, telur sebelah kiri sudah tidak tampak, dr. Arie beranggapan sudah ovulasi lebih dulu makanya sudah tidak kelihatan bekas apapun. Sedangkan telur sebelah kanan terlihat agak berantakan dan mengecil, kata dr.Arie ini artinya baru 1hari + ovulasinya. TAPI dokter juga menemukan gumpalan (yang dia sebut gimpalan darah) di ovarium kanan (hiks! Apalagi ini). Dr. Arie curiga ini kista (HIKS!) tapi dia heran kenapa di USG pertama dan kedua tidak ada. Jadi dia bilang mungkin akan luruh kalau nanti datang bulan. 

Kesimpulan kunjungan ketiga: ngambang. Belum tau hamil atau nggak, karena hasilnya br bisa diketahui about 2 weeks. So, kayak org IVF deh: 2 weeks wait (2ww) hehe. Dan hopefully gimpalan darah itu bukan apa2 yahh.. 

Next kunjungan would be: kalo hamil or kalau datang bulan, H+2 atau 3 hari. *crossing fingers* 

Begitulah perjalanan TTC season two, episode 1. Minta doanya juga yahh para pembacaa! Semoga berhasil hehe! Makasihhh :)

Ciao! 

No comments: